Selamat pagi mas Bambang Pamungkas, Mas Bepe, Mas Kapten.
Bagaimana kabarmu pagi hari ini? Minggu pagi, tempat orang-orang di Jakarta
biasanya menghabiskan sinar mentari ibukota dengan lari-lari pagi di sekitaran
Gelora Bung Karno. Orang-orang mungkin hanya mengerti Gelora Bung Karno
hanyalah sebuah stadion cincin raksasa yang diprakarsai oleh Ir.Soekarno untuk
menyambut hajatan Asian Games 1962 di Jakarta.
Kapten, tentu engkau mengerti betapa kerja keras dan
idealisnya Bung Karno saat mempunyai ide untuk membangun stadion semegah itu.
Engkau sangat mengidolakan Bung Karno bukan? Jika bung karno pernah berkata,
”Bermimpilah setinggi langit, karena jika engkau jatuh maka engkau akan jatuh
diantara bintang-bintang “ dan selarasnya kapten, engkau juga pernah
berkata,”Jangan pernah berhenti bermimpi, karena suatu saat mimpi kalian akan
menjadi kenyataan”. Mimpi kami kini terbagi kapten, mimpi kami terancam terbeli
sampai detik ini. Kami tidak berada dalam keadaan yang normal,melihat kondisi
tim kebanggaan kami Persija Jakarta. Sebermula dari hilangnya stadion menteng,mungkin
inilah yang namanya kutukan.
Sudah dua pertandingan terakhir kandang Persija Jakarta di
Stadion Utama Gelora Bung Karno, tanpa ada penonton, jelas mimpi kami sudah
terbeli oleh para aparat keamanaan Ibukota, mosi tidak percaya sehingga kami
sudah curiga kepada hal yang satu ini, saat suporter sepakbola di Jakarta hanya
sebagai sistem kasta terendah. Ketika kami dilarang, ketika mereka tidak
terlalu cerdas untuk mendefinisikan arti dari sebuah kalimat “melayani
masyarakat”. Tak ada yang bisa melawan, kami hanya mampu mengawal Persija
Jakarta ke Stadion Utama Gelora Bung Karno dan mendukung lewat pintu merah
stadion, 2 pertandingan kandang, 2 kali tanpa dukungan di tribun, 1 point.
Jelas kami kecewa, jelas Bung Karno marah tontonan untuk berbangganya rakyat
dipersulit, jelas kapten sebenarnya engkau merasa resah ketika hanya duduk di
tribun wartawan bukan di atas hijaunya rumput lapangan. Tim yang sarat sejarah,
bermain di stadion yang penuh dengan cerita sejarah, sangatlah tidak pantas
jika tribun penonton dibiarkan tanpa ada gairah rakyat, suporter sepakbola
adalah rakyat. Kami tahu engkau juga marah kapten.
Ada di posisi berapa Persija Jakarta sekarang ,kapten?
Sedang berada di jurang degradasi. Ini yang tidak sama sekali terbesit di dalam
pikiran dan mimpi kami, yaitu degradasi. Lepas dari papan bawah atau jurang
degradasi tidaklah mudah memang ,butuh kenyamanan dalam bermain dan dukungan
dari semua pihak. Itu yang kami sebut bukan mimpi, itulah sebuah keharusan.
Kemarin hanyalah mimpi, esok hari hanyalah visi, akan tetapi hari ini adalah
nyata. Tanpa Bambang Pamungkas, Persija Jakarta tetaplah Persija Jakarta dengan
sejarahnya yang luar biasa tetapi bermainlah dengan sebuah kebanggaan dan hei
kapten secepatnyalah kembali pulang, dan ketika engkau pulang kami menyebutnya
ini MIMPI YANG JADI KENYATAAN..!!!